Cinta dan kesetiaan pasangan mantan Presiden RI, BJ Habibie dengan
istrinya Ainun Habibie memang memberikan inspirasi banyak orang.
Kini,
romansa keduanya bakal difilmkan. Menurut Adrie Subono, kisah cinta
almarhumah Ainun dengan Habibie di buku 'Habibie dan Ainun' rencananya
dibuat film versi layar lebar.
"Ada buku Habibie dan Ainun, yang
menceritakan kisah cinta Ibu Ainun hingga beliau pergi. Bagaimana Ibu
Ainun tinggal di Jerman, dan mendukung Habibie dalam kesulitan. Buku itu
terjual 75 ribu eksemplar setahun, itu akan difilmkan," ungkap Adrie,
di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2012)
malam.
Kisah cinta Habibie-Ainun, lanjutnya, merupakan kisah
Romeo-Juliet versi Indonesia, yang wajib ditonton oleh masyarakat
Indonesia.
"Kalau Romeo and Juliet itu fiktif, tapi ini kisah cintanya Romeo Juliet yang berusia 46 tahun," imbuh Adrie.
Meski
belum menemukan aktor pemeran utama BJ Habibie dan pemeran utama
lainnya, Adrie menjelaskan, rencananya pekan depan kru film mulai
meriset lokasi syuting di Jerman.
"Yang menggarapnya adalah MD
Entertainment, sutradaranya Faozan Rizal bersama Hanum. Produksi minggu
depan. Bikin film itu yang paling sulit adalah persiapannya. (Pembuatan)
Filmnya paling cuma dua bulan," bebernya.
Ada tiga kota di Jerman dan beberapa kota di Indonesia yang dijadikan tempat syuting lokasi film.
"Di Jerman ada tiga kota, Muenchen, Arkhen, dan Hamburg. Kalau di Indonesia ada di Jakarta, Bandung, dan IPTN," terang Adrie.
Adrie menuturkan, film layar lebar kisah cinta 'Habibie-Ainun' tidak boleh menyimpang dari apa yang ditulis di buku.
"Buku
itu bener-bener difilmkan, jadi setiap schene harus mendapatkan
approval dari Pak Habibie. Si penulis (skenario) enggak boleh melenceng
dari buku itu, karena true story," tukasnya
Cerita Kelanjutan Terbuat Fliem Habibie Dan Ainun
RASANYA seperti baru kemarin MD Pictures mengumumkan rencananya
mengangkat kisah cinta mantan presiden RI BJ Habibie dan almarhumah
Hasri Ainun ke layar lebar.
Tahun 2011, Manoj Punjabi, bos MD
Pictures, berkata akan mengadaptasi novel Habibie & Ainun yang
ditulis Habibie sendiri menjadi sebuah film.
Bukan kabar yang
mengejutkan. Pecinta sinetron tentu tahu bahwa pasangan Habibie dan
Ainun ini penggemar berat Cinta Fitri, sinetron yang diproduksi MD
Entertainment. Bahkan pria yang pernah menjabat sebagai Menristek, Wakil
Presiden, dan lalu Presiden RI ini hadir di launching musim ketiga dan
keempat sinetron berjumlah 1002 episode itu. Waktu itu, Habibie mengaku
ikut istri menonton Cinta Fitri. Menurutnya, kisah cinta Fitri-Farrel
mirip dengan perjalanan cinta Habibie-Ainun.
Benarkah demikian?
Adegan
pembuka film Habibie & Ainun membawa penonton ke era 1950-an. Kita
diajak berkenalan dengan Habibie (yang biasa disapa Rudy) di bangku
sekolah (diperankan Esa Sigit) yang kerap mengejek Ainun (diperankan
Marsha Natika). Keduanya diperlihatkan tidak akur. Habibie ABG tampak
tak nyaman (atau gengsi?) setiap berdekatan dengan Ainun.
Namun
ketika keduanya bertemu kembali di tahun 1962, Habibie (Reza Rahardian)
terpesona pada paras cantik Ainun (Bunga Citra Lestari). Gadis yang dulu
disebutnya "hitam dan gendut" itu telah menjelma jadi wanita yang
anggun.
Kesederhanaan Habibie rupanya memikat hati Ainun, juga
ayahnya. Keduanya pun menikah. Setelahnya, Anda diajak melihat pasang
surut hubungan mereka dari tahun ke tahun. Kecuali Anda tidak pernah
mengikuti berita, tentu bisa menebak bagaimana kesudahan kisah ini.
***
Seorang
rekan pernah berkata, "di mana ada film Indonesia bagus, di situ ada
Reza Rahardian." Well, meski mengawali karier di layar lebar lewat film
komersial macam Film Horor (Scary Movie-nya Indonesia) dan Pulau Hantu
2, harus diakui selama 3 tahun terakhir Reza pandai memilih peran. Tetap
saja sih filmnya tak bisa memuaskan hati semua penikmat film, tapi
pilihan judul yang ia bintangi tergolong "aman."
Dengan track
record-nya ini, saya tak kaget jika Reza dipercaya mengemban karakter
Habibie. Namun saat sosok Reza sebagai Habibie muncul di layar, saya
terperangah. Itu bukan Reza. Itu Habibie! Bahasa tubuh, intonasi dan
logat, sampai ekspresi wajah, semuanya mengingatkan pada Habibie.
Reza
tak hanya asyik "menjadi" Habibie. Ia juga menyampaikan pesan dalam
naskah dengan baik kepada penonton. Bagaimana gestur Habibie ketika
sukses dalam berkarya, bagaimana pula mimik wajahnya saat menghadapi
kesulitan atau kecewaan. Semua terpancar dengan apik.
Dengan alur
linear, sutradara Faozan Rizal seperti mengajak penonton naik mesin
waktu. Bagaimana sosok Habibie dan Ainun memulai segalanya dari nol.
Karena judulnya Habibie & Ainun, tentu ada porsi tersendiri untuk
sang mantan ibu negara.
Ainun tidak digambarkan sebagai super
woman. Ia seorang dokter yang bertanggung jawab. Tapi sebagai ibu dan
istri, ada kalanya Ainun rapuh. Ketika Habibie merintis karier di Jerman
dan hanya mampu menyewa flat kecil, terlihat bagaimana pergolakan batin
yang dialami Ainun yang sedang hamil muda. Ainun ingin pulang kampung.
“Di sini tempatmu. Tempatku di Indonesia,” ujar Ainun hampir menyerah.
“Kita
sedang melakukan perjalanan, dan berada di terowongan. Gelap. Kita
tidak tahu sepanjang apa terowongan itu. Tapi setiap terowongan pasti
memiliki ujung. Akan ada cahaya di sana,” balas Habibie meyakinkan.
Film
Habibie & Ainun tidak melulu membahas cinta. Kegigihan Habibie
dalam berkarya, dari sarjana teknik sampai profesor, ditampilkan di film
yang skenarionya ditulis Ginatri S. Noer dan Ifan Ismail ini. Bagaimana
tokoh yang sukses di Jerman ini lalu "ditarik" ke Indonesia, dan harus
berhadapan dengan intrik-intrik kotor yang dilakukan pengusaha nakal
yang ingin menyabotase proyeknya. Sampai runtuhnya masa pemerintahan
mantan presiden Soeharto, yang membuat Habibie menggantikannya sebagai
Presiden Republik Indonesia.
***
Ada satu hal yang
sebenarnya bukan masalah buat saya, namun mau tak mau saya tulis di sini
karena beberapa rekan merasa terganggu: product placement. Ada banyak
produk yang wara-wiri di film ini: sirup, kosmetik, biskuit, dan bank.
Saya sih memilih untuk tak terganggu. Toh kehadirannya masih bisa
dimaafkan. Malah ada satu adegan "ngiklan" yang saya tidak ngeh kalau
rekan saya tidak bilang. Ada yang salah dengan menyajikan sirup di pesta
pernikahan, atau oleh-oleh biskuit cokelat dari cucu untuk
kakek-neneknya?
Product placement memang banyak bertebaran di film
besar. Khususnya film produksi MD. Ingat heboh obat nyamuk bakar,
biskuit modern, dan kacang atom di film Di Bawah Lindungan Kabah (DBLK)?
Di sinetron stripping pun MD kerap menyelipkan iklan, seperti produk
operator seluler.
Kalau dibandingkan dengan DBLK, product
placement di Habibie & Ainun jauh lebih halus. Untungnya di film ini
tak disebut sama sekali kalau Habibie-Ainun gemar nonton Cinta Fitri,
yang konon sampai minta dikirim DVD-nya ke Jerman itu.
Meski
demikian ada hal kecil yang cukup mengusik saya. Ada sosok presiden
Soeharto yang diperankan oleh Tio Pakusodewo dalam film berdurasi
sekitar 2 jam ini. Namun anehnya, saat sosok Soeharto tampil dalam
berita TV, atau fotonya terpampang di samping Garuda Pancasila, yang
ditampilkan ya wajah almarhum Soeharto asli. Bukan Tio. Jadi ketika ada
foto presiden dan wakilnya mengapit Garuda Pancasila terpampang wajah
Soeharto asli dan Reza sebagai Habibie, saya merasa aneh.
Tapi
kehadiran Hanung Bramantyo sebagai "calo" proyek, yang rasanya terlalu
lama untuk dibilang cameo, cukup memberi angin segar. Film yang syuting
di luar negeri, biasanya sibuk mengeksplorasi keindahan negara tersebut.
Tidak dengan Habibie & Ainun. Kondisi Jerman ditampilkan
seperlunya. Penonton tetap dibuat fokus pada konflik yang dialami
Habibie dan Ainun.
Jika Anda belum menonton filmnya, ada baiknya
berhenti membaca tulisan ini sampai di sini, karena kalimat-kalimat
mengandung spoiler.
Seorang rekan yang mengaku terakhir dibuat
menangis oleh film The Notebook (2004), pertahanannya gagal usai
menonton Habibie & Ainun. Saya sendiri tak sampai menangis menonton
film ini. Yang ada lebih ke speechless, beberapa kali menahan nafas,
saking menyentuhnya. Ketidak sempurnaan karakter utama yang membuat
terenyuh. Lihatlah bagaimana Habibie yang "memaksa" dokter untuk
melakukan operasi berulang kali agar Ainun sembuh. Namun ketika
diingatkan seorang kerabat, Habibie menyadari perbuatannya itu didasari
egonya yang tak mau kehilangan istri yang amat dicintainya. Ini menurut
saya adegan paling emosional. |
0 komentar:
Posting Komentar